TENTANG SI CHIMER

Thursday, August 21, 2014

Saya mengenakan hijab bukan agar terlihat lebih cantik.
Sebab saya terlihat lebih cantik tanpa hijab.
Saya mengenakan hijab karena saya menyadari, kalau saya bisa tampil cantik di hadapan Allah, apa pentingnya pendapat manusia lain?

Saya mengenakan hijab bukan untuk menutupi kekurangan.
Sebab saya menganggap kekurangan saya sebagai kelebihan.
Saya mengenakan hijab sebagai bentuk pasrah saya pada ketentuan Allah. Bahwa hal buruk apa pun yang mungkin terjadi di masa depan adalah ujian-Nya, bukan hukuman.

Saya mengenakan hijab bukan hanya untuk melindungi diri dari pandangan lawan jenis.
Saya mengenakan hijab juga untuk membantu lawan jenis melindungi pandangannya.

Saya mengenakan hijab bukan karena saya lebih baik dari mereka yang belum berhijab.
Saya mengenakan hijab sebab saya yang sekarang lebih baik dari saya yang dulu.

Saya mengenakan hijab tidak ada urusannya dengan manusia lain. Saya dan hijab saya adalah urusan saya dengan Allah. Tidak ada urusannya dengan opini orang lain. Pendapat orang lain itu tidak penting lagi di telinga saya.

Dan kalaupun saya bersolek, itu agar saya nyaman dengan diri saya. Bukan untuk mendapatkan pujian dari manusia lain. Sekian.

Friday, August 15, 2014

COME TO THINK ABOUT IT

Come to think about it. Tentang saya dan tanggal 18 nanti. Ini sebenarnya bukan tentang kekalahan saya atas kehendak manusia lainnya. Ini adalah kemenangan saya dalam mendekatkan diri pada Tuhan. Tanggal 18 adalah kelahiran saya sebagai seorang yang berhijab. Saya sudah dinilai layak oleh Tuhan untuk mengenakan hijab penuh. Saya sudah naik kelas. Walau hadiah dari kenaikan kelas tersebut adalah ujian yang lainnya. Namun tidak penting seberapa berat ujian yang saya hadapi nanti, selama saya punya Tuhan. Itu sudah lebih dari cukup.


Saya tidak perlu mempertanyakan lagi apa yang saya lakukan benar atau tidak. Saya sudah mengetahui jawabannya. Tuhan sudah memberikan jawabannya. Tidak penting apa yang manusia nilai tentang saya. Yang terpenting adalah bagaimana Tuhan menilai saya. Hidup hanya hidup. Yang tak akan lama dan segera berakhir tanpa kita pernah memikirkannya. Hidup hanya seperti itu itu saja…

Tuesday, August 12, 2014

BAIK BAIK SAJA

“Wah, aku ga tahu kalau ternyata kamu ada masalah itu.” ujar teman saya. “Ternyata kamu juga ada masalah juga, ya. Padahal aku pikir, kamu kaya ga ada masalah gitu.”

Cukup banyak teman yang berkata demikian ketika saya menceritakan kisah saya di masa lalu atau masalah saya yang sudah usang. Mereka terkejut. Beberapa sangat terkejut. Kemudian saya diam dan berpikir, ternyata akting saya selama ini sangat sukses.

Saya sering menyimpan masalah saya. Menceritakannya hanya pada teman dekat atau ketika diperlukan. Bagi saya, masalah hidup, bukanlah makalah yang perlu dipresentasikan di khalayak ramai dan meminta mereka untuk memahami masalah saya. Saya sudah melewati banyak kejadian yang membuat saya menyimpulkan bahwa “tidak pernah ada seorang manusia pun yang benar-benar bisa memahami posisi saya, karena mereka tidak pernah merasakan.”

Bukan berarti saya sinis. Dalam banyak kejadian, saya mungkin juga tidak bisa benar-benar memahami masalah teman saya. Saya juga tidak pernah berada di posisi mereka.

Saya percaya hanya saya dan Tuhan yang benar-benar bisa mengerti. Saya berhenti bercerita dan memperbanyak berdoa. Di hadapan lainnya, saya akting baik-baik saja. Kadang gagal, dan menutupinya dengan tingkah alay. Namun, overall, sejauh ini, mereka lebih menangkap kealayan saya ketimbang masalah yang saya sembunyikan.

Yah, bisa dibilang, saya cukup sukses akting baik-baik saja. Cukup menyakitkan, sih, ketika orang lain salah memahami kita. Tapi bukankah itu yang saya inginkan? Saya ingin orang lain melihat saya baik-baik saja. Saya memilih salah dipahami. Mereka tidak perlu tahu. Mereka toh tidak akan paham.

Bukan sinis. Ini cuma kenyataan hidup.


Saturday, August 9, 2014

HERE THE THINGS IS


KETIKA SENDIRI

Ketika sendiri saya sebnarnya tahu saya tidak benar-benar sendiri. Ketika tidak ada seseorang yang bisa memahami, saya tahu ada yang benar-benar bisa memahami posisi saya. Saya bicara dengan-Nya melalui dzikir dan kepasrahan. Melalui keinginan untuk semakin mendekat kepada-Nya.

Saya sudah melalui masa-masa sulit di mana membenci-Nya menjadi cara saya bertahan hidup. Mencari bukti bahwa manusia terlahir bukan sebagai wayang, mereka bisa menentukan takdirnya sendiri. Namun sejauh apapun saya lari saya kembali pada-Nya. Sejauh apapun saya memutar, saya ingkar, saya membenci, saya selalu kembali kepada-Nya.

Di saat sulit seperti ini saya tahu saya harus melepaskan semuanya. Saya telah menentukan pilihan. Saya memilihNya. Pada dasarnya semua pilihan menghadirkan resiko. Ketika saya memilihNya saya pun menghadapi resiko. Namun memang pada akhirnya semua pilihan selalu menghadirkan resiko. Apa yang harus ditakutkan?

Maka saya ingin memilih yang benar. Maka saya ingin terluka karena mempertahankan yang benar. Saya ingin jatuh di tempat yang benar dan bangkit di tempat yang benar. Saya sudah lelah berlari dan ingkar. Saya sudah lelah berkata saya belum siap dan menipu diri sendiri.


Saya sudah menemukan jawabannya sekarang. Maka saya tidak akan lari lagi dan ingkar. Saya akan mulai memperbaiki semuanya. Saya akan berdiri di sisi-Nya. Saya tidak akan menjadi bunglon lagi. Saya akan menjadi diri saya sendiri. Apapun yang terjadi. Di masa depan. 

DOA YANG TERJABAHKAN

Saya mulai takut. Pada dasarnya saya masih manusia egois. Saya ingin Tuhan menolong saya. Maka Ia mendekat. Namun ketika saya rasa Ia dekat, saya menjadi penakut. Setiap ucap dan doa menjadi terlalu cepat ditanggapi. Sementara sisi manusia saya belum siap menghadapi resikonya.

Sebagaimana hubungan dengan manusia, hubungan dengan Tuhan pun ada timbal baliknya. Ketika Tuhan terasa semakin dekat dengan saya, saya tahu saya harus merelakan beberapa bahkan banyak hal duniawi yang saya sukai, demi mendekat dengan-Nya. Pada dasarnya saya masih manusia biasa yang masih menyukai hal-hal duniawi. Saya harus ikhlas dengan kesulitan yang menguji iman saya pada-Nya. Pada dasarnya saya merasa iman saya tidak terlalu baik. Saya meragukan diri saya sendiri.

Saya mulai takut dengan doa yang terjabahkan terlalu cepat. Hingga saya merasa setiap laku dan tindak saya diperhatikan oleh-Nya. Saya mulai takut. Namun bukankah kita seharusnya memang hanya boleh takut pada-Nya di dunia ini?

Begitu saya kemudian menyadari.

Friday, August 8, 2014

DOA YANG TERJABAHKAN

Saya mulai takut. Pada dasarnya saya masih manusia egois. Saya ingin Tuhan menolong saya. Maka Ia mendekat. Namun ketika saya rasa Ia dekat, saya menjadi penakut. Setiap ucap dan doa menjadi terlalu cepat ditanggapi. Sementara sisi manusia saya belum siap menghadapi resikonya.

Sebagaimana hubungan dengan manusia, hubungan dengan Tuhan pun ada timbal baliknya. Ketika Tuhan terasa semakin dekat dengan saya, saya tahu saya harus merelakan beberapa bahkan banyak hal duniawi yang saya sukai, demi mendekat dengan-Nya. Pada dasarnya saya masih manusia biasa yang masih menyukai hal-hal duniawi. Saya harus ikhlas dengan kesulitan yang menguji iman saya pada-Nya. Pada dasarnya saya merasa iman saya tidak terlalu baik. Saya meragukan diri saya sendiri.

Saya mulai takut dengan doa yang terjabahkan terlalu cepat. Hingga saya merasa setiap laku dan tindak saya diperhatikan oleh-Nya. Saya mulai takut. Namun bukankah kita seharusnya memang hanya boleh takut pada-Nya di dunia ini?

Begitu saya kemudian menyadari.

Popular Posts

Follower