Aku tidak bisa memejamkan mata. Ramai. Berisik. Ada apa dengan orang-orang ini? Brengsek! Ga tahu apa ini waktuku buat tidur?! Oh ada penghuni baru di sebelah. Seorang anak kecil. Bukan, bayi. Bayi yang masih sangat merah. Menangis, menjerit-jerit seperti kesetanan. Kenapa? Haus? Lapar? Ah nanti petang saja kujenguk bayi itu.
***
Malam hari kuketuk pintu rumah mereka. Ibu anak itu yang membukakan pintu, wajahnya pucat. Dia menutup pintu itu lagi setelah aku masuk. Jeritan bayi itu di pagi hari, sudah berganti desahan mengerikan. Aku mendekati boks bayi dan menemukan bayi itu sudah kehabisan nafas. Wajahnya memerah, kelelahan menjerit seharian. Bibir bayi itu kering. Ia tidak makan apapun seharian. Kulirik ibunya yang kembali masuk kamar dan tidur. Seakan bayi ini bukan anaknya.
Kugendong bayi itu perlahan. Ia kelihatan ketakutan melihatku. Mungkin karena aku asing baginya. Bayi itu menangis tersedak. Aku mendekapnya, mengelus punggung kecilnya.
“Hush… hush… diam… cantik… kamu lapar?”
Tangan kecilnya meremas gumpalan rambutku seakan meminta pertolongan. Kepala kecilnya menemukan apa yang dicarinya dan mulai menyusu. Makhluk mungil itu kelaparan sekali. Ia terus menyusu padaku. Kasihan sekali. Aku menimangnya dengan penuh kasih.
Pintu tiba-tiba terbuka, seorang laki-laki tengah baya, menatap bayinya yang mengambang dengan mulut menganga. Ia menunjuk-nunjuk udara. Suaranya terbata. Bayinya mengambang di udara bersama makhluk astral.
“G-g-genderuwoooo!! Toloooongg!!!!” ayah anak yang sedang kugendong itu lari tunggang langgang.
Goblok... aku bukan genderuwo. Aku Kuntilanak.
FF nganggur-nganggur sebelum berangkat mandi. Heehee...Salam dan peluk,