TENTANG SI CHIMER

Thursday, November 17, 2022

Debu dan Angin



Sepanjang hidup, saya selalu diberitahu untuk selalu berusaha memahami perasaan dan posisi orang lain. Selalu menempatkan mereka di atas perasaanku. Bahwa perasaanku itu tidak nyata dan tidak lebih penting dari perasaan orang lain.


Pola itu sudah terbentuk ketika otak saya masih muda dan telah menjadi blueprint. Secara otomatis pola itu berjalan hingga dewasa.


Pada kenyataannya, orang tidak benar benar peduli dengan perasaanmu — tentu saja. Bagi mereka, perasaan merekalah lebih penting dan tentu saja bukan tugas mereka untuk memvalidasi perasaanmu.


Saya merasa bagaikan luka menganga yang terbuka. Terpaan angin dan debu dengan mudah membuat luka itu semakin parah. Tentu saja bukan salah angin dan debu — mereka ditakdirkan ada. Tidak mungkin angin dan debu menahan diri untuk tidak menerpa.

Saturday, November 12, 2022

Korban


 Ada kecenderungan bagi seseorang untuk ingin menjadi korban. Atau memposisikan dirinya sebagai korban. Entah sungguhan korban atau sebenarnya ia pelaku yang hanya berpura-pura menjadi korban.


Sepertinya posisi korban ini menjadi posisi ideal pada pemahaman manusia. Ketika menjadi korban, mereka jadi berhak melakukan sesuatu atau merasakan sesuatu. Seakan akan perasaan dan tindakannya tervalidasi.


Keinginan menjadi korban atau mental korban ini sebenarnya berbahaya. Seseorang akan menjadi pasif dan terseret arus kehidupan tanpa perlawanan yang berarti. Padahal jika ia melawan ia bisa menghindari dirinya untuk menjadi korban. Tapi tidak. Ia memilih menjadi korban, pihak yang lemah, inosen, dengan pengharapan seseorang datang menyelematkannya. Selalu menyalahkan orang lain dan keadaan atas kesialan yang ia alami.


Keinginan menjadi korban padahal ia pelaku adalah hal yang berbeda. Ia memakai topeng korban untuk memvalidasi perbuatan buruk yang ia lakukan ke korban yang sebenarnya. Ia memanipulasi kenyataan dengan harapan menarik simpati dan dukungan orang banyak. Semua dilakukan demi tujuannya tercapai.


Dua tipe korban ini adalah orang-orang yang paling saya hindari. Orang orang pembawa sial dalam kacamata saya. Kehadiran mereka selalu membawa drama dan petaka. Mereka adalah tipe orang yang diam diam menyukai drama dan memikmati penderitaan.


Meski berusaha menghindar, orang orang seperti mereka banyak di sekitar kita dan memakai topeng inosen yang menarik simpati. Kita cenderung akan terdorong untuk membela dan melindungi mereka. Tanpa sadar kita telah berada dalam kendali mereka dan melakukan kebodohan.




Thursday, November 10, 2022

Tidak pernah ada

Terkadang saya harus membuat keputusan keputusan yang menyakiti diri sendiri dalam hidup. Meski sulit dan terasa sakit, pilihan tersebut saya ambil karena itulah pilihan yang benar.


Sepanjang menjalani keputusan tersebut, tidak ada rasa empowering atau kebebasan. Justru rasa patah hati dan sedih berhari hari karena tahu kita harus melepas orang yang kita sayang karena itulah hal yang benar untuk dilakukan.


Barangkali dia berubah menjadi orang yang berbeda dan versi yang baru tersebut tidak baik untuk berada di sisi saya. Barangkali justru saya yang baru mengetahui versi dia yang sebenarnya.



Barangkali sebenarnya dia adalah orang yang sama dan tidak pernah berubah. Orang yang saya sayangi itu sebenarnya tidak pernah ada. Saya lah yang membentuk dia di kepala saya.


Ketika membuka mata suatu pagi saya menyadari bahwa ide tentang dia tidak relevan. Tidak nyata. Eksistensinta malah mungkin merusak kedamaian di kepala saya.


Bahwa saya harus memilih mencintai diri saya sendiri ketimbang mencintai ide tentang dia di kepala saya. Saya harus melepaskan dan belajar menerima bahwa orang yang saya cintai tidak pernah ada.

Tuesday, November 8, 2022

Memaafkan

Saya selalu berpikir di dunia ini selalu saya lah yang bersalah atas segala sesuatunya. Bahwa segala hal buruk tidak akan terjadi tiba-tiba. Beberapa hal buruk terjadi karena saya lah penyebabnya. Maka saya terus menerus memperbaiki diri, lagi dan lagi.

 

Namun kendati demikian, masalah tetap terus datang, dan saya terus menerus menyalahkan diri saya sendiri, hingga tidak lagi bersisa hal baik tentang diri saya sendiri di mata saya. Di mata saya, saya adalah orang paling buruk dan kehadiran saya menciptakan banyak masalah-masalah yang sebelumnya tidak ada bahkan seharusnya tidak perlu ada.

 

Pemikiran-pemikiran ini kata mereka termasuk dalam salah satu bentuk self sabotage. Saya menyabotase diri saya sendiri ke dalam sesuatu yang menyebabkan saya adalah penjahat dari segala kejadian. Kalau dirunut, pemikiran ini terbentuk di masa-masa upbringing – saat di mana otak manusia masih muda dan menyerap segala sesuatunya dengan cepat dan mentah-mentah, menjadikan pola dasar dan bahkan fondasi.

 

"Maafkan kesalahan kedua orang tuamu, mereka sudah melakukan yang terbaik" kata mereka. Sementara memaafkan dan menyembuhkan adalah dua proses yang jauh berbeda. Mereka pikir dengan memaafkan, otomatis kita sembuh. Memaksakan proses memaafkan sebagai kewajiban dan syarat dari sebuah kesembuhan.


Tidak seorang pun paham akan masalah-masalah ini kecuali mereka yang menghadapinya. Dan dengan berat hati kita tidak bisa memaksakan orang lain memahaminya. Bahkan ketika mereka berusaha paham, dia tidak akan benar-benar mengerti.

 

Hal ini yang menyebabkan orang dengan gangguan mental merasa semakin terisolasi. Sebab perasaan-perasaan yang tidak divalidasi, serasa ditolak, dan tidak dimengerti. Dianggap aneh karena tidak semua orang menagalaminya. Semakin lama semakin merasa kesepian hidup di dunia ini.

 


Beberapa orang dibekali dengan kemampuan mimick-ing. Kemampuan ini adalah pedang bermata dua. Kemampuan ini membuat saya mampu berfungsi dengan baik layaknya manusia pada umumnya. Kemampuan ini menutupi kerusakan-kerusakan sehingga tidak akan ada orang yang tahu. Sehingga semua tampak baik baik saja. Semua tampak berada dalam kendali dan segala yang terjadi tampak tidak nyata. Kemampuan ini pada akhirnya semakin mengisolasi saya. Karena semua orang tidak ada yang tahu, dan karenanya juga tidak ada yang peduli, apalagi paham.

 

Kesendirian dan kesepian ini adalah jenis yang belum bisa saya atasi. Ketika perasaan ini datang, seringkali saya tidak tahu harus berbuat apa. Tidak tahu harus membebani siapa atas perasaan-perasaan tidak mengenakkan ini. Rasanya tidak adil melimpahkan perasaan-perasaan pada seseorang yang pada akhirnya hanya membebani orang lain. Membuat orang lain merasa bertanggungjawab untuk memperbaiki.

 

Begitu banyak yang belum bisa saya jawab dan atasi. Saya tidak tahu jawabannya.

Saturday, November 5, 2022

Howl’s Moving Castle

Hari ini saya mengajak Bumi menonton film kesukaan saya di Netflix, Howl’s Moving Castle. Di luar dugaan Bumi menyukainya bahkan menyelesaikan durasi 2 jam film dalam sekali tonton. Ya Tuhan, ternyata Bumi sudah bisa diajak menonton film yang saya sukai.


Pada beberapa scene saya mencuri pandang ke Bumi dan wajahnya yang serius. Lucu sekali.


Betapa saya beruntung Bumi hadir dalam hidup saya.


Hati saya menyadari bahwa kehidupan saya yang sekarang adalah apa yang selalu perjuangkan selama ini. Apa yang dulu menjadi doa doa saya. Hanya saja ketika menjalaninya Allah berikan satu atau dua cobaan yang menyertainya.



Barangkali agar saya menjadi orang yang lebih baik. Menjadi mawas diri dan tidak menghakimi mereka yang tidak lebih beruntung dari saya. Barangkali saya saja yang belum menyadarinya. Barangkali saya hanya perlu menerima dan membiarkan semua terjadi. Melepaskan apa adanya. Menjalani dengan percaya. 


Bukan hal yang mudah. Memang. Tapi tidak apa. 

Popular Posts

Follower