|
please stop playing around, you hurt your own child!
pict from VisualizeUs |
Di kosan saya yang lama ada seorang wanita resek yang suka cari masalah dengan geng saya. Kita sebut saja namanya Rima. Nama sengaja saya samarkan sebab saya tidak bermaksud membongkar aib dia. Well, dia sudah cukup buruk jadi ga perlu dijelek-jelekin lagi. Dia sudah cukup usia namun sayangnya, angka usia tidak menjamin kedewasaan seseorang. Menjadi tua adalah takdir namun menjadi dewasa adalah pilihan.
Dia melakukan banyak keresekan seperti anak kecil. Bertindak seakan-akan majikan di kosan. Kadang dia dengan pede bawa brondong untuk kencan di depan kosan. Dia sudah bersuami dan memiliki anak di kampung halaman. Ia merasa cukup cantik dan pintar untuk dinikahi oleh suami yang (menurut dia) jauh lebih tua darinya.
Saya kadang tidak habis pikir kenapa ia melakukan itu. Kerupawanan adalah sesuatu yang akan hilang seiring waktu. Sudah menyebalkan, masih saja ga bisa mensyukuri hidupnya. Itu yang ada dalam pikiran saya.
Namun itu saja tidak cukup membuat saya sangat kesal dengannya. Saat ini dia hamil tua, perutnya membesar. Sepertinya bukan anak dari suaminya sebab tak satupun pihak keluarga Rima mengunjunginya di kosan. Tak satupun menjagainya. Padahal dia sudah kesulitan beraktivitas, kemana-mana ia harus diantar sama “laki-laki yang bukan suaminya” tersebut.
Rima berkata bahwa ia ingin merawat anaknya di sini, di Surabaya, di kosan ini! Bukan di kampung halamannya di NTT. Dia bilang anaknya akan selamanya tinggal di kosan ini. Besar dan dirawat olehnya sendiri tanpa perlu dipertemukan dengan keluarganya atau dibawa kemanapun. Yang terlintas dalam pikiran saya adalah… KASIHAN. Saya kasihan sama calon bayi di kandungannya. Dia ditakdirkan memiliki ibu yang seperti itu.
Bagi saya keluarga adalah dunia yang Tuhan berikan pada manusia, jauh sebelum kita lahir di dunia. Dan anak itu… terancam tidak mendapatkan haknya, dunianya, keluarganya. Hanya karena ia anak haram?
Saya juga kasihan sama Rima. Kasihan karena waktu tidak membawanya semakin dewasa. Kasihan karena ia begitu bodohnya membawa jiwa tak berdosa dalam hidupnya. Maaf saya marah. Saya emosi. Saya manusia biasa. Saya bukan malaikat yang bisa menahan kesabaran.
Saya emosi. Saya kasihan dengan anak itu. Saya benar-benar kasihan. Dia anak yang sangat tidak beruntung. Anak seperti itu sebaiknya (mungkin) tidak perlu dilahirkan saja. Hidup hanya akan menyiksanya.