Saya selalu
berpikir di dunia ini selalu saya lah yang bersalah atas segala sesuatunya.
Bahwa segala hal buruk tidak akan terjadi tiba-tiba. Beberapa hal buruk terjadi
karena saya lah penyebabnya. Maka saya terus menerus memperbaiki diri, lagi dan
lagi.
Namun
kendati demikian, masalah tetap terus datang, dan saya terus menerus
menyalahkan diri saya sendiri, hingga tidak lagi bersisa hal baik tentang diri
saya sendiri di mata saya. Di mata saya, saya adalah orang paling buruk dan kehadiran
saya menciptakan banyak masalah-masalah yang sebelumnya tidak ada bahkan
seharusnya tidak perlu ada.
Pemikiran-pemikiran
ini kata mereka termasuk dalam salah satu bentuk self sabotage. Saya menyabotase
diri saya sendiri ke dalam sesuatu yang menyebabkan saya adalah penjahat dari
segala kejadian. Kalau dirunut, pemikiran ini terbentuk di masa-masa upbringing
– saat di mana otak manusia masih muda dan menyerap segala sesuatunya dengan cepat
dan mentah-mentah, menjadikan pola dasar dan bahkan fondasi.
"Maafkan kesalahan kedua orang tuamu, mereka sudah melakukan yang terbaik" kata mereka. Sementara memaafkan dan menyembuhkan adalah dua proses yang jauh berbeda. Mereka pikir dengan memaafkan, otomatis kita sembuh. Memaksakan proses memaafkan sebagai kewajiban dan syarat dari sebuah kesembuhan.
Tidak seorang
pun paham akan masalah-masalah ini kecuali mereka yang menghadapinya. Dan dengan
berat hati kita tidak bisa memaksakan orang lain memahaminya. Bahkan ketika mereka
berusaha paham, dia tidak akan benar-benar mengerti.
Hal ini
yang menyebabkan orang dengan gangguan mental merasa semakin terisolasi. Sebab perasaan-perasaan
yang tidak divalidasi, serasa ditolak, dan tidak dimengerti. Dianggap aneh karena
tidak semua orang menagalaminya. Semakin lama semakin merasa kesepian hidup di
dunia ini.
Beberapa orang
dibekali dengan kemampuan mimick-ing. Kemampuan ini adalah pedang bermata dua. Kemampuan
ini membuat saya mampu berfungsi dengan baik layaknya manusia pada umumnya. Kemampuan
ini menutupi kerusakan-kerusakan sehingga tidak akan ada orang yang tahu. Sehingga
semua tampak baik baik saja. Semua tampak berada dalam kendali dan segala yang
terjadi tampak tidak nyata. Kemampuan ini pada akhirnya semakin mengisolasi
saya. Karena semua orang tidak ada yang tahu, dan karenanya juga tidak ada yang
peduli, apalagi paham.
Kesendirian
dan kesepian ini adalah jenis yang belum bisa saya atasi. Ketika perasaan ini
datang, seringkali saya tidak tahu harus berbuat apa. Tidak tahu harus membebani
siapa atas perasaan-perasaan tidak mengenakkan ini. Rasanya tidak adil
melimpahkan perasaan-perasaan pada seseorang yang pada akhirnya hanya membebani
orang lain. Membuat orang lain merasa bertanggungjawab untuk memperbaiki.
Begitu banyak
yang belum bisa saya jawab dan atasi. Saya tidak tahu jawabannya.