Akhir-akhir ini setiap jam pulang kantor,
hujan turun dengan derasnya. Sambil berjalan sendirian di trotoar, saya
menggenggam payung, dan memori saya berputar ke kejadian 2004 silam, sepuluh
tahun yang lalu. Kejadian yang butuh waktu delapan tahun lamanya untuk
menyembuhkan trauma yang saya alami akibat kejadian itu. Saya benci berada di
luar dan sendirian ketika hujan deras turun. Saya sangat membencinya.
Saat itu, sepuluh tahun yang lalu, hujan turun
sangat deras dan saya sendirian. Saat itu saya berteriak sangat kencang meminta
pertolongan tapi tidak ada yang datang. Saya berusaha memanggil mobil yang
lewat, namun mereka berlalu. Suara saya mungkin teredam petir dan derasnya
hujan yang menampar jalanan. Saya tidak tahu. Entah karena mereka tidak
mendengar atau tidak peduli. Saya tidak tahu. Saya tidak mau tahu. Segalanya sudah
tidak penting lagi.
Sepuluh tahun yang lalu, saya menangisi
kejadian itu. Saat itu saya tahu bahwa manusia bisa menjadi demikian tidak berhati
nurani. Saat itu saya tahu bahwa dunia di luar sana begitu kejam. Saat itu usia
saya empat belas tahun. Walau saya tidak mengalami kehilangan yang berarti,
sesuatu dalam diri saya berubah. Ketakutan yang menghantui saya bertahun-tahun
lamanya. Mungkin hingga saat ini saya belum mampu mengatasinya. Mungkin saat
ini saya hanya sekedar berpura-pura berani. Mungkin. Entahlah.
Ini adalah kisah yang tidak bisa saya bagikan
kepada banyak orang. Namun ini adalah kisah yang perlu saya sampaikan pada
banyak orang. Selalu ada alasan kenapa Tuhan menyelamatkan saya dari kejadian
itu. Selalu ada alasan kenapa Tuhan masih mempertahankan saya di dunia ini.
Saya akan mencari alasan itu. Saya hidup demi mencari alasan itu.
ANNESYA