Ketika sendiri saya sebnarnya tahu saya
tidak benar-benar sendiri. Ketika tidak ada seseorang yang bisa memahami, saya
tahu ada yang benar-benar bisa memahami posisi saya. Saya bicara dengan-Nya
melalui dzikir dan kepasrahan. Melalui keinginan untuk semakin mendekat
kepada-Nya.
Saya sudah melalui masa-masa sulit di mana
membenci-Nya menjadi cara saya bertahan hidup. Mencari bukti bahwa manusia
terlahir bukan sebagai wayang, mereka bisa menentukan takdirnya sendiri. Namun
sejauh apapun saya lari saya kembali pada-Nya. Sejauh apapun saya memutar, saya
ingkar, saya membenci, saya selalu kembali kepada-Nya.
Di saat sulit seperti ini saya tahu saya
harus melepaskan semuanya. Saya telah menentukan pilihan. Saya memilihNya. Pada
dasarnya semua pilihan menghadirkan resiko. Ketika saya memilihNya saya pun
menghadapi resiko. Namun memang pada akhirnya semua pilihan selalu menghadirkan
resiko. Apa yang harus ditakutkan?
Maka saya ingin memilih yang benar. Maka
saya ingin terluka karena mempertahankan yang benar. Saya ingin jatuh di tempat
yang benar dan bangkit di tempat yang benar. Saya sudah lelah berlari dan
ingkar. Saya sudah lelah berkata saya belum siap dan menipu diri sendiri.
Saya sudah menemukan jawabannya sekarang.
Maka saya tidak akan lari lagi dan ingkar. Saya akan mulai memperbaiki semuanya. Saya
akan berdiri di sisi-Nya. Saya tidak akan menjadi bunglon lagi. Saya akan menjadi diri saya sendiri. Apapun yang terjadi. Di masa depan.